Ciri seorang yang sudah berhasil menerapkan gaya kepemimpinan transformasional adalah sebagai berikut :
1). Mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan (pembaharuan);
2). Memiliki sifat pemberani;
3). Mempercayai orang lain;
4). Bertindak atas dasar sistem nilai (bukan atas dasar kepentingaan individu, atau atas dasar kepentingan dan desakan kroninya);
5). Meningkatkan kemampuannya secara terus-menerus;
6). Memiliki kemapuan untuk mengahadapi situasi yang rumit, tidak jelas, dan tidak menentu; serta
7). Memiliki visi ke depan.
Dalam era desentralisasi, kepala sekolah tidak layak lagi untuk takut mengambil inisiatif dalam memimpin sekolahnya. Pengalaman kepemimpinan yang bersifat top down seharusnya segera ditinggalkan. Pengalaman kepemimpinan kepala sekolah yang bersifat instruktif dan top down memang telah lama dipraktkkan di sebagian besar sekolah kita ketika era sentralistik masih berlangsung.
Beberapa fenomena pendidikan persekolahan sebagai hasil dari model kepemimpinan yang instruktif dan top down dapat kita sebutkan, antara lain : sistem target pencapaian kurikulum, target jumlah kelulusan, formula kelulusan siswa, dan adanya desain suatu proyek peningkatan kwalitas sekolah yang harus dikaitkan dengan peningkatan NEM (nilai ebtanas murni) secara instruktif. Keadaan ini berakibat pada terbelenggunya seorang kepala sekolah dengan juklak dan juknis. Dampak negatifnya ialah tertutupnya sekolah pada proses pembaruan dan inovasi.
Kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan partisipatif-transformasional memiliki kecenderungan untuk menghargai ide-ide baru, cara baru, praktik-praktik baru dalam proses belajar mengajar di sekolahnya, dan dengan demikian sangat senang jika guru melaksanakan classroom action research. Sebab, dengan penelitian kelas itu sebenarnya guru akan mampu menutup gap antara wacana konseptual dan realitas dunia praktik profesional. Akibat positifnya ialah dapat ditemukannya solusi bagi persoalan keseharian yang dihadapi guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Jika hal ini terjadi, berarti guru akan mampu memecahkan sendiri persoalan yang muncul dari praktik profesionalnya, dan oleh karena itu mereka dapat selalu meningkatkannya secara berkelanjutan.
Agar proses inovasi di sekolah dapat berjalan dengan baik, kepala sekolah perlu dan harus bertindak sebagai pemimpin (leader) dan bukan bertindak sebagai bos. Ada perbedaan di antara keduanya. Oleh karena itu seyogianya kepemimpinan kepala sekolah harus menghindari teciptanya pola hubungan dengan guru yang hanya mengandalkan kekuasaan, dan sebaliknya perlu mengedepankan kerja sama fungsional. Ia juga harus menghindarkan diri dari one man show, sebaliknya harus menekankan pada kerja sama kesejawatan; menghindari terciptanya suasana kerja yang serba menakutkan, dan sebaliknya perlu menciptakan keadaan yang membuat semua guru percaya diri.
Kepala sekolah juga harus menghindarkan diri dari wacana retorika, sebaliknya perlu membuktikan memiliki kemampuan kerja profesional; serta menghindarkan diri agar menyebabkan pekerjaan guru menjadi membosankan.
Mapel : Pembelajaran PKN
Dosen : Dirgantara wicaksono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar